Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Mengenal Sego Kucing: Kuliner Merakyat Asal Angkringan Jogja

kulinerjawa.info - Ketika berbicara tentang kuliner khas Yogyakarta, tidak lengkap rasanya tanpa menyebut Sego Kucing. Meskipun namanya terkesan unik, makanan ini justru menjadi ikon dari angkringan—tempat makan sederhana yang menjadi favorit masyarakat dari semua kalangan.

Mengenal Sego Kucing: Kuliner Merakyat Asal Angkringan Jogja

Sego kucing, atau dalam bahasa Indonesia berarti "nasi kucing", adalah nasi bungkus porsi kecil dengan lauk sederhana. Harganya murah meriah dan mudah ditemukan, terutama di angkringan yang tersebar di sudut-sudut Jogja hingga kota-kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Artikel ini akan mengupas tuntas asal-usul, filosofi, dan daya tarik dari sego kucing, kuliner sederhana yang tak lekang oleh waktu.

Baca Juga:

10 Jajanan Pasar Tradisional Jawa yang Masih Eksis Hingga Kini


Apa Itu Sego Kucing?

Sego kucing adalah nasi porsi mini yang dibungkus daun pisang atau kertas minyak, biasanya disajikan dengan sambal, teri goreng, dan oseng tempe atau sambal goreng. Ukuran porsinya kira-kira setara makanan untuk seekor kucing—itulah asal usul namanya.

Walau kecil, sego kucing bisa dinikmati berulang kali karena pembelinya biasanya mengambil beberapa bungkus sekaligus. Bagi pelajar, pekerja malam, hingga wisatawan, sego kucing adalah solusi makan cepat, murah, dan nikmat.


Asal Usul dan Sejarah Sego Kucing

Sego kucing mulai populer pada era 1960–1970-an bersamaan dengan munculnya konsep angkringan, yaitu warung kaki lima dengan gerobak kayu dan tempat duduk lesehan. Angkringan menjamur di Jogja, Klaten, dan Solo sebagai alternatif kuliner rakyat yang terjangkau.

Konsep porsi mini dari sego kucing ini sangat cocok dengan kondisi ekonomi masyarakat waktu itu. Selain hemat, penyajiannya praktis dan bisa disantap kapan saja—terutama pada malam hari saat warung-warung besar sudah tutup.


Filosofi Kesederhanaan Sego Kucing

Sego kucing mencerminkan kesederhanaan, kebersamaan, dan kerakyatan. Di angkringan, tidak ada sekat antara pelanggan kaya dan miskin. Semua duduk bersila bersama, menikmati nasi kecil, minum teh panas, dan ngobrol santai.

Makanan ini bukan hanya soal rasa, tapi juga pengalaman sosial. Banyak ide besar lahir dari obrolan kecil di atas tikar angkringan, ditemani sego kucing dan kopi joss. 

Baca Juga:

Menjelajah Pasar Tradisional Jawa untuk Berburu Jajan Khas


Variasi Lauk Sego Kucing

Meskipun sederhana, variasi lauk sego kucing cukup beragam:

  • Teri goreng & sambal

  • Tempe bacem / oseng tempe lombok ijo

  • Telur puyuh bacem

  • Sambal goreng kentang ati

  • Kering tempe manis pedas

Harganya pun masih sangat terjangkau, mulai dari Rp2.000–Rp5.000 per bungkus, tergantung lauk.


Angkringan: Rumah Sego Kucing

Sego kucing tidak bisa dipisahkan dari angkringan. Gerobak angkringan biasanya dibuka mulai sore hingga dini hari. Selain sego kucing, di sana kamu juga bisa menemukan:

  • Sate usus, sate ati, sate telur puyuh

  • Baceman tempe dan tahu

  • Kopi joss (kopi dengan arang panas)

  • Wedang jahe, teh nasgitel (panas, legi, kentel)

Atmosfer angkringan yang akrab, lampu remang-remang, dan musik jalanan membuat pengalaman menyantap sego kucing jadi lebih berkesan.


Kenapa Sego Kucing Tetap Eksis?

Sego kucing masih eksis karena beberapa alasan kuat:

  • Harga terjangkau: cocok untuk semua kalangan

  • Fleksibel: bisa disantap pagi, siang, malam

  • Cepat dan praktis: cocok untuk yang buru-buru

  • Rasa nostalgia: menyimpan kenangan masa muda, terutama bagi mahasiswa perantauan

Kini bahkan banyak angkringan modern yang mengadaptasi konsep sego kucing dengan inovasi baru, seperti nasi rendang kucing, nasi ayam suwir, hingga nasi cumi sambal ijo.

Baca Juga:

Soto Kudus vs Soto Lamongan: Apa Bedanya?


Sego Kucing dalam Dunia Digital

Dalam era digital, sego kucing juga mendapat tempat di berbagai platform:

  • Banyak konten kuliner YouTube mengeksplorasi angkringan dan sego kucing

  • Aplikasi ojek online kini menyediakan menu sego kucing siap antar

  • Media sosial penuh dengan foto-foto estetik sego kucing dengan latar gerobak dan lampu petromaks

Kuliner ini berhasil menyesuaikan diri tanpa kehilangan identitasnya yang otentik.


Penutup

Sego kucing bukan hanya makanan, tapi juga simbol pertemuan, keramahan, dan kesetaraan. Dalam bungkus kecil itu tersimpan rasa, cerita, dan nilai hidup masyarakat Jawa yang sederhana namun berkesan.

Kalau kamu sedang di Jogja, jangan lewatkan pengalaman makan sego kucing langsung dari angkringan malam hari. Rasakan sensasi kuliner rakyat yang tak akan kamu temukan di restoran modern.

Posting Komentar

0 Komentar